MENGHADAPIMASA DEPAN, TERUS MELAJU PT Kimia Farma (Persero) Tbk | Laporan Tahunan 2019 124 PROFIL PERUSAHAAN Company Profile Manajemen Kunci Mandiri Inhealth per 31 Desember 2019 Mandiri Inhealth Share Ownership as of December 31, 2019 Dewan Komisaris Board of Commissioners Yusak Labanta Sudena Silalahi Ali Ghufron Mukti Bambang WibowoLaporan Audit Manajemen Pt Kimia Farma My Skripsi from Pengertian Audit Manajemen Audit manajemen adalah suatu proses evaluasi yang dilakukan terhadap sistem manajemen perusahaan untuk menentukan apakah sistem tersebut efektif dan efisien. Tujuan Audit Manajemen Tujuan dari audit manajemen adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem manajemen perusahaan serta mengidentifikasi kelemahan dan kekurangan dalam sistem tersebut. Laporan audit manajemen PT Kimia Farma merupakan laporan yang berisi hasil evaluasi terhadap sistem manajemen perusahaan tersebut. Laporan ini dibuat oleh tim auditor yang terdiri dari para ahli di bidang manajemen. Hasil Audit Manajemen PT Kimia Farma Berdasarkan hasil audit manajemen PT Kimia Farma, sistem manajemen perusahaan tersebut terbukti efektif dan efisien. Namun, terdapat beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Rekomendasi Perbaikan Tim auditor merekomendasikan beberapa perbaikan yang dapat dilakukan oleh PT Kimia Farma, antara lain meningkatkan pengawasan terhadap karyawan, meningkatkan kualitas produk, dan meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya perusahaan. Implementasi Perbaikan PT Kimia Farma kemudian melakukan implementasi perbaikan berdasarkan rekomendasi dari tim auditor. Perusahaan ini berhasil meningkatkan kinerja dan efisiensi dalam bisnisnya. Manfaat Audit Manajemen Melalui audit manajemen, perusahaan dapat mengetahui kelemahan dan kekurangan dalam sistem manajemen yang digunakan. Dengan mengetahui hal tersebut, perusahaan dapat melakukan perbaikan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam bisnisnya. Kesimpulan Laporan audit manajemen PT Kimia Farma merupakan evaluasi terhadap sistem manajemen perusahaan tersebut. Berdasarkan hasil audit, PT Kimia Farma berhasil meningkatkan kinerja dan efisiensi dalam bisnisnya. Audit manajemen memiliki manfaat yang besar bagi perusahaan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam bisnisnya. PROGRAMKERJA AUDIT Audit Kinerja atas Pengujian Substantif Utang Usaha A. Ruang Lingkup Audit Kinerja ini berfokus pada pengujian substantif atau substantive test pengujian terhadap kewajaran saldo-saldo utang usaha dalam perkiraan pada laporan keuangan (neraca dan laba rugi) tahun 2015. B. Tujuan Audit 1. 0% found this document useful 0 votes2K views11 pagesCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes2K views11 pagesContoh Kasus Audit Pada PT Kimia Farma Contoh Kasus Audit Pada PT Kimia Farma Pada awalnya Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama Kimia Farma pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan penyatuan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF Perusahaan Negara Farmasi Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma Persero. Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma Persero kembali mengubah statusnya menjadi perusahaan publik, PT Kimia Farma Persero Tbk, dalam penulisan berikutnya disebut Perseroan. Bersamaan dengan perubahan tersebut, Perseroan telah dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya sekarang kedua bursa telah merger dan kini bernama Bursa Efek Indonesia. Dengan pengalaman selama puluhan tahun Kimia Farma Perseroan telah berkembang menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi dan terpercaya di Indonesia. Kimia Farma Perseroan kian diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan dan pembangunan bangsa, khususnya pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa HTM. Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali restated , karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar. Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan sudah melanggar etika profesinya. Sanksi dan denda Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma Persero Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. lima ratus juta rupiah. Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka 1. Direksi Lama PT Kimia Farma Persero Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp satu miliar rupiah untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001. 2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma Persero Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. seratus juta rupiah untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma Persero Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik SPAP, dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen. Dalam permasalahan kasus diatas, KAP Hans Tuanakota dan Mustofa HTM selaku auditor eksternal yang diberi penugasan audit laporan keuangan sudah jelas dikatakan bersalah. Hal tersebut walaupun HTM sudah berdalih melaksanakan audit sesuai prosedur yang ditetapkan, HTM dikatakan lalai dalam membaca dan memeriksa laporan keungan manajemen sehingga HTM tidak mampu mendeteksi laporan keuangan tersebut apakah mengandung unsur kecurangan atau tidak. HTM dengan segala pembelaannya yang berdalih bahwa penugasan audit dikatakan telah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan ternyata tidak sepenuhnya bisa dibenarkan. HTM terbukti melanggar SPAP SA 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen. Selain itu, dalam paragraf 2 SPAP SA 110 mengatur bahwa auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memeroleh keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material baik yang disebabkan oleh kekeliruan dan kecurangan. Dalam kasus ini, sudah jelas dapat dikatakan bahwa kualitas audit yang dihasilkan HTM sangat kurang sehingga mampu meloloskan kecurangan yang berbentuk penggelembungan laba yang nilainya sangat material dan mampu menyesatkan para pembaca laporan keuangannya. Penggelembungan laba yang dilakukan oleh klien dalam kasus ini adalah manajemen PT Kimia Farma Tbk seharusnya dapat diantisipasi dari awal mula perikatan akan dijalin dengan KAP HTM tersebut atau pada audit pertama untuk laporan keuangan periode Desember 2001. Sesuai dengan kode etik profesi akuntan publik, sebenarnya telah mengatur etika akuntan publik untuk menjamin bahwa akuntan publik harus memiliki kompetensi dalam melakukan pekerjaan auditnya. Dalam kode etik Profesi Akuntan Publik Seksi 130 menyebutkan bahwa prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional mewajibkan setiap praktisi untuk; a. Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan untuk menjamin pemberian jasa profesional yang kompeten kepada klien atau pemberi kerja; dan b. Menggunakan kemahiran profesionalnya dengan seksama sesuai dengan standar profesi dan kode etik yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya. HTM dalam kasus ini dengan jelas melanggar kode etik yang berlaku tersebut karena gagal menerapkan standar profesi khususnya SPAP SA 110 sehingga jasa yang dihasilkan tidak mengandung substansi kompetensi auditor yang harusnya mencakup dan mampu mendeteksi penggelembungan laba yang sangat material dari awal. Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional sangat menentukan kualitas audit yang dihasilkan. Hal tersebut dikaitkan dengan kehandalan dari laporan audit yang dihasilkan akan menjadi bahan pertimbangan pengambilan keputusan oleh pihak yang berkepentingan. Laporan audit yang menyesatkan dapat memberikan dampak buruk kepada para pemakai laporannya dan hasil keputusan yang mereka buat. Laporan keuangan yang diterbitkan PT Kimia Farma Tbk per 31 Desember 2001 dan disajikan kembali 3 Oktober 2002 setelah di audit oleh HTM menuai kontroversi dan mengakibatkan overstated. HTM dinyatakan LaporanAudit Manajemen Pt Serat Sutra from id.scribd.com. Tanggung jawab kami adalah pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan audit kami. PT KIMIA FARMA PERSERO Tbk. 1 bentuk surat nota dinas 2 bentuk bab laporan lengkap. Contoh dual dating dalam audit akan berkaitan dengan tanggal peristiwa kemudian. Subsequent event menjadi Permasalahan PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa HTM. Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali restated, karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar. Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan master prices pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut. Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan overstated dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 – Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3 Kesalahan Mendasar, sebagai berikut “Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian. Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali restatement untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”. Sanksi dan Denda Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma Persero Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. lima ratus juta rupiah. Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka Direksi Lama PT Kimia Farma Persero Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp satu miliar rupiah untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma Persero Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. seratus juta rupiah untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma Persero Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik SPAP, dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen. Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk. Badan Pengawas Pasar Modal Bapepam melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik atas manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun terhadap akuntan publik Hans Tuanakotta dan Mustofa HTM. Dan akuntan publik Hans Tuanakotta dan Mustofa harus bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku 31 Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002. Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta Mustofa HTM menemukan kesalahan pencatatan alas laporan keuangan. Sehingga Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku 2001. Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa HTM seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak. Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan penggelembungan mark up laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan kembali restated hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal Bapepam menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik. Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta & Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi dan menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan kesalahan dalam pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba bersih Kimia Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai bagus laporan keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-mark up ini, merupakan kesalahan manajemen lama. Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001 Badan Pengawas Pasar Modal Bapepam menilai kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-bukti tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja atau memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun buku 2001. Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang saham mayoritas mengetahui adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan publik Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa HTM menyajikan kembali restated laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan itu telah disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar biasa. Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan publik. Dampak Terhadap Profesi Akuntan Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan sudah melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair membuat pemerintah campur tangan untuk membuat aturan yang baru yang mengatur profesi akuntan dengan maksud mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para akuntan publik. PEMBAHASAN Keterkaitan Manajemen Risiko Etika disini adalah pada pelaksanaan audit oleh KAP HTM selaku badan independen, kesepakatan dan kerjasama dengan klien PT Kimia Farma Tbk. dan pemberian opini atas laporan keuangan klien. Dalam kasus ini, jika dipandang dari sisi KAP HTM, maka urutan stakeholder mana ditinjau dari segi kepentingan stakeholder adalah 1. Klien atau PT Kimia Farma Tbk. 2. Pemegang saham 3. Masyarakat luas Dalam kasus ini, KAP HTM menghadapi sanksi yang cukup berat dengan dihentikannya jasa audit mereka. Hal ini terjadi bukan karena kesalahan KAP HTM semata yang tidak mampu melakukan review menyeluruh atas semua elemen laporan keuangan, tetapi lebih karena kesalahan manajemen Kimia Farma yang melakukan aksi manipulasi dengan penggelembungan nilai persediaan. Kasus yang menimpa KAP HTM ini adalah risiko inheren dari dijalankannya suatu tugas audit. Sedari awal, KAP HTM seharusnya menyadari bahwa kemungkinan besar akan ada risiko manipulasi seperti yang dilakukan PT. Kimia Farma, mengingat KAP HTM adalah KAP yang telah berdiri cukup lama. Risiko ini berdampak pada reputasi HTM dimata pemerintah ataupun publik, dan pada akhirnya HTM harus menghadapi konsekuensi risiko seperti hilangnya kepercayaan publik dan pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan pendapatan jasa audit, hingga yang terburuk adalah kemungkinan di tutupnya Kantor Akuntan Publik tersebut. Diluar risiko bisnis, risiko etika yang dihadapi KAP HTM ini cenderung pada kemungkinan dilakukannya kolaborasi dengan manajemen Kimia Farma dalam manipulasi laporan keuangan. Walaupun secara fakta KAP HTM terbukti tidak terlibat dalam kasus manipulasi tersebut, namun hal ini bisa saja terjadi. Sesuai dengan teori yang telah di paparkan diatas, manajemen risiko yang dapat diterapkan oleh KAP HTM antara lain adalah dengan mengidentifikasi dan menilai risiko etika, serta menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stakeholder. 1. Mengidentifikasi dan menilai risiko etika Dalam kasus antara KAP HTM dan Kimia Farma ini, pengidentifikasian dan penilaian risiko etika dapat diaplikasikan pada tindakan sebagai berikut A. Melakukan penilaian dan identifikasi para stakeholder HTM HTM selayaknya membuat daftar mengenai siapa dan apa saja para stakeholder yang berkepentingan beserta harapan mereka. Dengan mengetahui siapa saja para stakeholder dan apa kepentingannya serta harapan mereka, maka KAP HTM dapat melakukan penilaian dalam pemenuhan harapan stakeholder melalui pembekalan kepada para auditor senior dan junior sebelum melakukan audit pada Kimia Farma. B Mempertimbangkan kemampuan SDM HTM dengan ekspektasi para stakeholder, dan menilai risiko ketidak sanggupan SDM HTM dalam menjalankan tugas audit. C Mengutamakan reputasi KAP HTM Yaitu dengan berpegang pada nilai-nilai hypernorm, seperti kejujuran, kredibilitas, reliabilitas, dan tanggung jawab. Faktor-faktor tersebut bisa menjadi kerangka kerja dalam melakukan perbandingan. Tiga tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan pimpinan KAP HTM dapat mengawasi adanya peluang dan risiko etika, sehingga dapat ditemukan cara untuk menghindari dan mengatasi risiko tersebut, serta agar dapat secara strategis mengambil keuntungan dari kesempatan tersebut. 2. Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stakeholder KAP HTM dapat melakukan pengelompokan stakeholder dan meratingnya dari segi kepentingan, dan kemudian menyusun rencana untuk berkolaborasi dengan stakeholder yang dapat memberikan dukungan dalam penciptaan strategi, yang dapat memenuhi harapan para stakeholder HTM. This entry was posted on November 4, 2009 at 1000 am and is filed under Uncategorized. You can follow any responses to this entry through the RSS feed. You can leave a response, or trackback from your own site. BABII : PT.KIMIA FARMA A. Sejarah Ringkas PT.Kimia Farma B. Logo Perusahaan C. Visi dan Misi D. Maksud dan Tujuan E. Budaya Perusahaan F. Struktur Organisasi G. Job Description BAB III :ANALISIS LAPORAN KEUANGAN UNTUK MENILAI KINERJA KEUANGAN PEMPROV SUMUT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SHINTA NJONJO SOETANTO & DANIEL SUGAMA STEPHANUS PROGRAM STUDI AKUNTANSI UNVIERSITAS MA CHUNG MALANG 2010 LATAR BELAKAG Laporan keuangan adalah informasi yang paling sering digunakan oleh investor untuk melihat keadaan keuangan suatu perusahaan. Informasi ini selalu menjadi dasar apakah investor akan memanamkan modal mereka kepada perusahaan, apakah kreditor akan memberikan pinjaman untuk perusahaan tersebut dan sebagainya. Berdasarkan PSAK 00 no 14 dinyatakan bahwa tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Seringkali sifat manusia yang tidak mudah puas menjadi dasar bagi pihak manajemen perusahaan untuk bertindak bagi kepentingan diri mereka sendiri. Tak jarang juga manajemen berusaha agar laporan keuangan memiliki laba yang baik atau yang meningkat dan pastinya ini akan menjadi informasi yang menyesatkan bagi masyarakat luas jika laba yang dihasilkan perusahaan dinaikkan dari yang sesungguhnya. Untuk mengatasi masalah ini maka diperlukan pihak yang independen untuk meyakinkan apakah pihak manajemen sudah bekerja dengan baik atau tidak. Pihak independen inilah yang kemudian disebut akuntan publik atau auditor independen. Seringkali masalah audit tidak lepas dari kegagalan audit dan risiko audit. Kegagalan audit adalah pendapat audit yang salah karena prosedur audit tidak sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik SPAP sedangkan risiko audit adalah risiko yang dimiliki akuntan ketika mereka memberikan opini wajar tapi pada kenyataannya laporan keuangan tersebut tidak wajar dan memiliki kesalahan yang cukup material. Konflik antara pengguna laporan keungan dan akuntan publik terjadi karena perbedaan harapan di antara keduanya. Akuntan publik yakin sudah bekerja sesuai dengan SPAP yang ada sedangkan pengguna laporan yakin bahwa akuntan publik seharusnya mampu mendeteksi fraud dan manipulasi dalam laporan keuangan dan mengeluarkan opini yang wajar Arya, 2009. Oleh karena itu, tanggung jawab akuntan publik yang besar terletak pada opini yang diberikan atas laporan keuangan tersebut. Kadangkala akuntan publik tidak berusaha bekerja sesuai SPAP yang ada, kasus akuntan publik ikut bekerja sama dalam memanipulasi laporan keuangan demi contingency fee yang mereka dapatkan seperti pada kasus Enron dan KAP Arthur Andersen juga sering terjadi. Kasus skandal keuangan di Amerika Serikat dengan deretan perusahaan besar yang mengalami masalah serupa dengan Enron adalah Xerox, WorldCom, Tyco, Dynegy, Merck dan sederet perusahaan besar lainnya. Bahkan bukan tidak mungkin kasus-kasus yang serupa dengan Enron dapat terjadi Indonesia. Pada penjabaran berikut akan dijelaskan kasus skandal keuangan yang dilakukan salah satu perusahaan di Indonesia dan melibatkan akuntan publik sebagai pihak independen yang bertugas mengaudit laporan keuangan perusahaan tersebut. Kasus tersebut adalah kasus mark up laba bersih yang dilakukan PT Kimia Farma Tbk. dan melibatkan nama besar KAP hans Tuanakotta dan Mustofa sebagai akuntan publik dari PT Kimia Farma. Kasus ini memang tidak menimbulkan skandal yang luar biasa dan tidak separah kasus Enron yang akhirnya bangkrut, tetapi setidaknya kasus ini menjelaskan seberapa besar tanggung jawab akuntan publik akan hasil kerjanya, masalah etis dan masalah hukum apa yang ditanggung akibat kesalahan akuntan publik bahkan termasuk seberapa besar keterlibatannya dalam skandal tersebut. Deskriptif kasus PT Kimia Farma Tbk. adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara BUMN yang bergerak di bidang obat-obatan di Indonesia. PT Kimia Farma adalah salah satu perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan Siaran Pers Badan Pengawas Pasar modal 2002, pada hasil audit tanggal 31 Desember 2001, laporan keuangan PT Kimia Farma diaudit oleh Kantor Akuntan Publik KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa HTM yang diwakilkan oleh Sdr. Ludovicus Sensi W. selaku partner dari HTM. Dari hasil audit untuk periode 31 Desember 2001 tersebut disajikan laba bersih untuk perioda tersebut sebesar Rp 132 miliar, dan tidak terdeteksi adanya kecurangan yang dilakukan oleh manajemen PT Kimia Farma. Kementrian BUMN selaku pemegang saham mayoritas PT Kimia Farma menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mencium adanya unsur rekayasa dalam laporan keuangan tersebut. Atas perintah dari Kementrian BUMN, HTM diminta untuk melakukan audit interim terhadap laporan keuangan PT Kimia Farma untuk masa 5 bulan yang berakhir pada 31 Mei 2002 dan menemukan adanya kesalahan pada penilaian persediaan barang jadi dan penjualan untuk perioda 31 desember 2001. Setelah diudit ulang oleh HTM, pada tanggal 3 Oktober 2002 atas perintah Bapepam dan Kementrian BUMN, disajikan kembali laporan keuangan dengan laba bersih sebesar Rp 99,56 miliar. Itu artinya laba bersih yang disajikan sebenarnya lebih rendah Rp 32,6 miliar atau lebih rendah 24,7% dari laba awal yang dilaporkan, total aktiva yang mereka miliki pun juga dimark up sehingga kelihatan lebih besar sekitar dari total yang seharusnya. Selanjutnya setelah pemberitaan mengenai mark up laba bersih yang dilakukan oleh manajemen PT Kimia Farma, pemberitaan di harian Kontan menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT Kimia Farma setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan overstated dalam laporan keuangan semester I tahun 2002 Arya, 2009. Kesalahan yang mendasar tersebut menimbulkan masalah karena kesalahan penyajian tersebut cukup material. Sesuai dengan pengungkapan Bapepam 2002, kesalahan tersebut timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated atau peningkatan penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, PT Kimia Farma melakukan pencatatan ganda pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan sehingga dengan mudah manajemen dapat melaporkan bahwa penjualan yang mereka miliki meningkat. Pada unit Logistik Sentral berupa overstated atau peningkatan persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar. Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma juga melakukan pencatatan persediaan sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal 1 dan 3 februari 2002 dan pada tanggal 3 harga persediaan digelembungkan sehingga persediaan yang mereka miliki kelihatan besar dan harga ini digunakan sebagai dasar perhitungan untuk laporan keungan Desember tahun 2001. Berdasarkan masalah tersebut, direksi lama PT Kimia Farma dikenai sanksi yaitu berupa pembayaran denda sebesar Rp satu miliar rupiah untuk disetor ke kas Negara dan denda sebesar Rp lima ratus juta dikenakan kepada PT Kimia Farma dan Sdr Ludovicus Sensi W. selaku partner dari HTM dikenai denda sebesar Rp seratus juta rupiah atas kelalaiannya dalam menemukan penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma, sanksi lain bagi KAP HTM adalah diberhentikan sebagai auditor independen PT Kimia Farma. Analisis Kasus Masalah penggelembungan laba oleh PT Kimia Farma dan ketidak mampuan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa menemukan kesalahan tersebut, menimbulkan masalah etis dan masalah hukum bagi masalah tersebut. Sanksi yang diterima HTM bukan hanya sanksi administratif tapi juga sanksi etis. Masalah Etika Setiap pekerjaan memiliki kode etik yang berbeda-beda. Kode etik tersebut dibuat agar pekerjanya dapat bekerja secara professional dan melakukan semua pekerjaan sesuai standar yang ada. Hal ini juga berlaku bagi akuntan publik sebagai pihak independen yang bertugas untuk mengudit laporan keuangan perusahaan dan meyakinkan masyarakat bahwa laporan keuangan tersebut sudah benar. Sebelum tahun 1986, etika profesional yang dikeluarkan Ikatan akuntan Indonesia IAI diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia. Namun dalam kongres tahun 1986, etika profesi ini diubah menjadi Kode Etik Akuntan Indonesia Anto, 2007. Ada 2 sasaran pokok dari pembuatan kode etik ini yaitu untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian akuntan publik baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja dan perlindungan bagi keseluruhan profesi dari perilaku buruk oknum tertentu yang mengaku dirinya profesional Keraf, 1998. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari prinsip-prinsip etika yang berlaku bagi seluruh anggota IAI. Ada 5 prinsip etika yang tercantum dalam kode etik akuntan Indonesia yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik, kerahasiaan, objektivitas dan independensi, dan keseksamaan Effendi, 2009. Tanggung jawab profesi akuntan publik terletak pada opini mereka atas laporan keuangan yang diaudit sehingga dalam bekerja akuntan publik harus memiliki keprofesionalan dan pertimbangan moral dalam semua aktivitas mereka. Akuntan publik bekerja untuk meyakinkan kepada publik bahwa informasi yang disajikan dalam laporan keuangan adalah benar. Kepercayaan publik merupakan salah satu modal utama dari profesi akuntan publik sehingga kepentingan publik harus didahulukan dalam profesi akuntan publik. Akuntan diwajibkan untuk menjaga kerahasiaan informasi atau data klien dan tidak dibenarkan memberikan informasi rahasia tersebut kepada yang tidak berhak. Pada prinsip objektivitas dan independensi, akuntan publik harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dan harus bersikap independen ketika melakukan tugas mereka serta bekerja dengan integritas penuh untuk mempertahankan kepercayaan publik. Pada prinsip yang terakhir keseksamaan, akuntan harus mematuhi standar teknis dan etika profesi serta berusaha meningkatkan kompetensi, kehati-hatian profesional dan mutu audit tentunya. Berdasarkan SPAP no 1 seksi 150 tahun 2001 tentang standar auditing, ayat 2a dijelaskan standar umum auditing yaitu 1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. 2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. 3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Berdasarkan standar umum tersebut, maka akuntan publik harus kompeten, memiliki keahlian khusus serta cermat dan seksama dalam mengaudit laporan keuangan perusahaan, melakukan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan demi kepentingan pengguna jasa dan konsistensi tanggung jawab profesi kepada publik. Selain standar umum, masih ada standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan yang harus dipatuhi oleh akuntan publik ketika meraka bekerja. Berdasarkan pembahasan tentang kode etik akuntan publik di atas, akan dijelaskan seberapa besar tanggung jawab etis akuntan publik dalam skandal keuangan PT Kimia Farma yang melibatkan nama besar KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa sebagai auditor independennya. KAP HTM adalah KAP yang terdaftar di Bapepam, sehigga KAP tersebut berhak untuk memberikan jasanya di pasar modal termasuk melakukan audit atau pemeriksaan pada laporan keuangan emiten perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI. KAP HTM juga merupakan KAP yang terbesar di Indonesia yang berdiri sudah cukup lama dan memiliki banyak pengalaman dalam memberikan jasa audit. Dalam kasus ini, HTM dianggap bertindak lalai dalam menemukan kesalahan penyajian oleh PT Kimia Farma yang diauditnya pada perioda 31 Desember 2001. Masalahnya KAP sebesar HTM dan memiliki pengalaman yang cukup banyak dalam melakukan jasa audit, “kelewatan†dalam mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma sehingga mereka tidak berhasil menemukan adanya kesalahan penyajian laporan keuangan PT Kimia Farma walaupun sudah mengudit sesuai dengan SPAP yang ada. Kejanggalan dalam kasus ini terlihat ketika HTM melakukan audit PT Kimia Farma untuk perioda 31 Desember 2001 dan tidak menemukan unsur kesengajaan. Setelah pihak Bapepam dan kementrian BUMN selaku pemegang saham mayoritas mencurigai adanya rekayasa dalam laporan keuangan tersebut, HTM melakukan audit ulang atas perintah Bapepam dan kementrian BUMN dan menemukan adanya kesalahan yang cukup material dalam pencatatan persediaan dan penjualan yang menyebabkan adanya mark up dalam laba bersih sebesar 24,7%. Jika HTM melakukan audit sesuai dengan SPAP maka seharusnya kesalahan tersebut dapat ditemukan lebih awal. Kesalahan tersebut ditemukan setelah Kementrian BUMN mencium adanya kecurangan. Lalu apakah audit yang dilakukan berbeda antara audit yang pertama dengan audit kedua? Pada akhirnya timbul pertanyaan tentang kemampuan HTM sebagai KAP terbesar Indonesia. Seharusnya KAP sebesar HTM mampu menemukan masalah tersebut karena modus untuk melakukan mark up laba bersih adalah modus yang mungkin saja dilakukan oleh perusahaan. Mengingat banyaknya pengalaman dan kemampuan KAP HTM seharusnya penemuan kesalahan tersebut sudah terlihat saat audit pertama dan bukan setelah audit kedua. Menurut SPAP SA Seksi 110 tahun 2001 tentang Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen. Apakah akuntan publik tersebut memiliki persyaratan yang profesional dalam pekerjaannya? Mengingat nama besar HTM, kemungkinan HTM memasukkan orang yang tidak berpengalaman untuk membawa nama HTM dalam pekerjaannya seharusnya sangat kecil. Seperti pada kasus ini, kesalahan dari Sdr. Ludovicus Sensi W. selaku partner dari HTM sudah membuat nama HTM menjadi kurang baik di mata masyarakat. Seharusnya dari awal HTM sadar adanya risiko audit apalagi dijelaskan penggunaan sampel pada proses audit walaupun itu diperbolehkan oleh standar Christiawan dan Sawarjuwono, 2004. Sesuai dengan yang diungkapkan dalam SPAP no 1 seksi 150 ayat 3 tentang adanya materialitas dan risiko audit yang melandasi penerapan semua standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Persediaan barang dagang pada perusahaan manufaktur seperti PT Kimia Farma merupakan sesuatu yang materialitas, dan seharusnya ini lebih diperhatikan oleh auditor ketika mereka mengudit perusahaan tersebut, apalagi kasus PT Kimia Farma ini memang terjadi karena penggelembungan persediaan. Sedangkan untuk risiko audit seperti yang dijelaskan dalam SPAP no 25 seksi 312 ayat 27, risiko audit dibagi menjadi 3 yaitu risiko bawaan, risiko, pengendalian dan risiko deteksi. Berdasarkan risiko bawaan dan risiko pengendalian dapat dijelaskan bahwa saldo akun atau golongan transaksi mengandung salah saji yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan yang dapat menjadi kesalahan yang material terhadap laporan keuangan apabila digabungkan dengan salah saji pada saldo akun atau golongan transaksi lainnya, atau dengan kata lain adalah adanya kerentanan salah satu akun atau golongan transaksi terhadap kesalahan yang material dalam laporan keuangan. Risiko yang mungkin terjadi dalam kasus ini adalah risiko deteksi dan ini dapat terjadi karena akuntan melakukan prosedur audit yang tidak sesuai. Risiko ini dapat dikurangi dengan menerapkan perencanaan dan supervisi memadai dan pelaksanaan praktik audit yang sesuai dengan standar pengendalian mutu. Jika dari awal auditor meyakini adanya risiko bawaan dan risiko pengendalian maka kemungkinan adanya risiko deteksi akan semakin mengecil karena mereka melakukan audit lebih hati-hati. Jadi seharusnya dari awal HTM sadar akan adanya materialitas dan risiko audit ini sehingga mereka mampu menemukan kecurangan dalam PT Kimia Farma. Kesalahan HTM mungkin terjadi pada pelanggaran SPAP no 1 seksi 150 ayat 2a tahun 2001 tentang ketidak profesionalan akuntan dalam bekerja, selain itu ada kemungkinan kesalahan juga terjadi pada standar pekerjaan lapangan. Pada SPAP no 1 seksi 150 ayat 2b dijelaskan mengenai standar pekerjaan lapangan yang harus dilakukan oleh akuntan publik dalam bekerja. Pada standar pekerjaan lapangan tersebut, ada kemungkinan HTM tidak melakukan supervisi pada Sdr. Ludovicus Sensi W. selaku partner dari HTM sehingga timbul adanya kesalahan dalam pengauditan, ataupun bukti-bukti yang tidak cukup dalam proses audit karena pengambilan sampel, ketidak hati-hatian dan keyakinan akan adanya materialitas dan risiko audit yang kurang. Walaupun pada akhirnya kasus penggelembungan laba tersebut ditemukan dan HTM dianggap sudah bekerja sesuai dengan SPAP tetapi HTM tetap dianggap tidak kompeten karena sudah terlanjur memberikan opininya yang menyesatkan atas laporan keuangan PT Kimia Farma dan masyarakat juga sudah terlanjur tahu mengenai masalah tersebut. Tanggung jawab HTM terletak pada opini audit mereka. Laporan keuangan yang sudah diaudit juga akan dicantumkan opini audit dari auditor independen yang memeriksa laporan keuangan tersebut. Seharusnya opini tersebut adalah opini yang fair atau yang bersifat wajar dan opini yang sesuai dengan keadaan laporan keuangan perusahaan. Akan tetapi jika HTM tidak berhasil menemukan kesalahan tersebut dan opini yang diberikan adalah opini wajar tanpa pengecualian maka perlu dipertanyakan lagi kinerja dari HTM. Opini wajar tanpa pengecualian adalah opini yang berarti tidak ada kesalahan termasuk salah saji, salah posting dan kesalahan penyajian yang lain dalam laporan keuangan dan merupakan opini tertinggi dalam opini audit yang paling banyak diinginkan perusahaan. Dalam kenyataan kesalahan yang dilakukan oleh PT Kimia Farma dalam laporan keuangannya adalah kesalahan mendasar karena kesalahan pencatatan dan karena mark up yang dilakukan bukan hanya 1-5% saja tetapi 24,7% dan ini tergolong dalam kesalahan yang material. Berdasarkan semua masalah tersebut, akuntan publik memiliki tanggung jawab atas opininya terhadap PT Kimia Farma Akuntan publik bertanggung jawab terhadap hasil audit mereka terutama kepada kementrian BUMN yang merupakan pemegang saham mayoritas dari PT Kimia Farma sebagai kliennya. Tanggung jawab tersebut adalah memberikan penjelasan mengenai kinerja manajemen PT Kimia Farma terhadap pemegang sahamnya sehingga tidak timbul agency problem antara pemegang saham dan manajemen perusahaan yang menimbulkan sikap opportunistic dari pihak manajemen seperti penggelembungan laba pada PT Kimia Farma. Oleh karena itu, apapun opini yang diberikan HTM akan berdampak pada keputusan pemegang saham dan Kementrian BUMN sebagai pemilik dan pemegang saham mayoritas PT Kimia Farma. Opini yang diberikan oleh HTM sebagai pihak independen merupakan tanggung jawab dari pekerjaannya, jika opini tersebut salah maka maka akuntan dianggap tidak bekerja secara profesional. Atas kelalaian HTM dalam pekerjaannya, secara aklamasi, semua pemegang saham PT Kimia Farma dalam Rapat Umum Pemegang Saham RUPS memutuskan untuk tidak lagi menggunakan jasa HTM sebagai akuntan publik PT Kimia Farma. Masyarakat atau Publik Tanggung jawab akuntan publik juga berlaku untuk masyarakat. Masyarakat dalam konteks ini termasuk calon investor, kreditor, pelanggan, pemasok, bank, dan karena PT kimia Farma adalah BUMN salah satu pemerhati kinerjanya adalah pemerintah. Seperti yang kita tahu PT Kimia Farma Tbk. merupakan perusahaan go public dan informasi mengenai keadaan perusahaan merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat luas untuk membuat keputusan bisnis. Jika laporan keuangan direkayasa maka informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan juga salah dan menipu masyarakat banyak. Hal ini dapat dilihat ketika pengumuman laba PT Kimia Farma baik, harga saham perusahaan meningkat tetapi ketika diumumkan adanya kesalahan dalam laporan keuangan, harga saham PT Kimia Farma menurun drastis Januar, 2010. Hal ini tentu merugikan masyarakat banyak, setelah tahu laba bersih dari PT Kimia Farma yang tinggi, investor menanamkan modal dengan membeli saham dalam jumlah banyak, kreditor memberikan pinjaman jangka panjang dan sebagainya. Tetapi, setelah harga saham menurun drastis tentu investor kehilangan uang mereka karena informasi yang menyesatkan tersebut. Pernyataan opini auditor merupakan jaminan bahwa laporan keuangan tersebut benar. Dalam SAS Statement on Auditing Standard no 99 juga ditegaskan bahwa seorang auditor harus bertanggung jawab pada hasil auditnya dan memberikan jaminan apakah laporan keuangan yang diaudit bebas dari kecurangan fraud dan kesalahan atau tidak. Jika laporan keuangan salah dan diyakinkan itu benar maka auditor juga turut bersalah karena mereka membenarkan informasi yang salah dan pada akhirnya merugikan masyarakat banyak. Karena akuntan publik adalah suatu jasa yang membutuhkan kepercayaan yang tinggi dari pengguna hasilnya dan bagi kliennya, maka dengan adanya opini yang salah ini akan membuat masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap hasil kerja akuntan publik dan pada akhirnya timbul pertanyaan, apa tugas akuntan publik sebenarnya? Bapepam Bapepam atau Badan Pengawas Pasar Modal memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengatasi semua masalah-masalah kecurangan dan tindak kejahatan dalam pasar modal. Akuntan sebagai salah satu profesi penunjang pasar modal bertanggung jawab penuh atas hasil kerja mereka kepada Bapepam sebagai pihak pengawas pasar modal. Bapepam juga yang pada akhirnya memberikan sanksi kepada akuntan publik atas kelalaiannya, baik sanksi administratif, sanksi perdata dan sanksi pidana. Akuntan publik seperti pada tugas awalnya adalah meyakinkan pihak ketiga bahwa laporan keuangan perusahaan sudah benar. HTM selaku auditor independen atau akuntan publik bagi PT Kimia Farma terbukti tidak berhasil mendeteksi adanya kecurangan dan merugikan banyak pihak. Sebagai konsekuensi, bukan hanya PT Kimia Farma yang dikenai sanksi tetapi juga bagi auditor yang bekerja secara tidak kompeten. Rekan seprofesi Seperti yang dijelaskan di atas, akuntan publik adalah suatu jasa yang memerlukan kepercayaan yang tinggi dari pengguna hasilnya dan bagi kliennya. Hukuman terberat bagi KAP adalah krisis kepercayaan masyarakat atas hasil kerja mereka yang kemudian akan memberikan citra yang buruk bagi KAP mereka. Tudingan dari masyarakat mengenai penyebab skandal keuangan perusahaan karena akuntan publik yang tidak mampu mengungkapkan kebenaran. Oleh karena itu tindakan yang tidak bertanggung jawab dapat merusak kepercayaan masyarakat dan memberikan citra yang buruk walaupun hanya beberapa oknum saja yang melakukannya. Dengan adanya masalah PT Kimia Farma ini, nama akuntan publik juga ikut tercemar karena tugas dari auditor adalah menemukan kesalahan dari laporan keuangan tersebut dan meyakinkan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh pihak manajemen perusahaan sudah benar. Jika auditor tidak berhasil menemukan masalah tersebut maka perlu dipertanyakan mengenai tingkat kompetensi akuntan publik tersebut dalam bekerja dan tentunya juga akan merusak nama baik akuntan publik. HTM bukan hanya diwajibkan membayar denda Rp tetapi seperti yang diungkapkan dalam Tempo edisi 1 November 2002, Rapat Umum Pemegang Saham PT Kimia Farma memutuskan kontrak dengan KAP HTM. Pemberhentian secara sepihak ini tentu memberikan pukulan yang berat bagi HTM dan juga bagi rekan seprofesi mereka pada umumnya karena merusak nama baik dari profesi akuntan publik pada umumnya. Masalah Hukum Bukan hanya masalah etis berupa pemberhentian jasa oleh klien dan citra yang buruk di mata masyarakat, masalah hukum juga turut mewarnai skandal keuangan yang dilakukan perusahaan. Jika PT Kimia Farma sebagai pihak yang melakukan penggelembungan laba melanggar perarutan Bapepam No. tentang pedoman penyajian laporan keuangan, maka akuntan publik juga akan ikut terseret karena meyakinkan masyarakat atas informasi yang salah dari pihak manajemen perusahaan Arya, 2009. Berdasarkan UU No 8 tahun 1995 tentang pasar modal ayat 64 yang dikutip dari Arya 2009 dijelaskan bahwa salah satu profesi penunjang pasar modal salah satunya adalah akuntan publik. Akuntan bertanggung jawab dalam memberikan pendapatnya mengenai laporan keuangan tersebut. Akuntan publik yang dapat melakukan kegiatan di pasar modal, memberikan jasa audit untuk emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian dan pihak lain yang melakukan kegiatan di bidang pasar modal adalah akuntan yang terdaftar di Bapepam. Oleh karena itu, dalam melakukan tugasnya akuntan publik wajib memenuhi ketentuan yang ada dalam Undang-undang pasar modal dan peraturan pelaksanaannya. Sehubungan dengan Undang-Undang Pasar Modal no 8 tahun 1995 mengenai kewajiban akuntan publik dalam melakukan tugasnya di pasar modal yaitu Arya, 2009 Akuntan publik wajib menaati kode etik dan standar profesi yang ditetapkan oleh asosiasi profesi sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang Pasar Modal dan peraturan wajib memberikan pendapat atau penilaian yang independenAkuntan publik wajib menyampaikan pemberitahuan yang sifatnya rahasia kepada Bapepam selambat-lambatnya 3 tiga hari kerja sejak ditemukan hal-hal sebagai berikutPelanggaran yang dilakukan terhadap ketentuan dalam undang-undang pasar modal atau peraturan pelaksanaannyaHal-hal yang dapat membahayakan keadaan keuangan lembaga dimaksud atau kepentingan para nasabahnya Berdasarkan pemeriksaan oleh Bapepam, KAP HTM memang sudah melakukan audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik SPAP dan tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan dalam membantu PT Kimia Farma dalam melakukan rekayasa laporan keuangan. Akan tetapi karena kelalainnya HTM tetap dijatuhi sanksi administratif. Sanksi administratif adalah sanksi yang dikenakan oleh Bapepam kepada pihak-pihak yang dianggap melanggar peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Sanksi administratif tersebut dapat berupa Arya, 2009 Peringatan tertulisDendaPembatasan kegiatan usahaPembekuan kegiatan usahaPencabutan izin usahaPembatalan persetujuanPembatalan pendaftaran Sanksi denda menurut Undang-Undang Pasar Modal pasal 102 ayat 3 dan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1995 seperti yang dikutip dari Arya 2009 menyatakan bahwa sanksi administratif berupa denda dapat bervariasi jumlahnya yaitu Denda Rp lima ratus ribu rupiah per hari dengan jumlah maksimal Rp lima ratus juta rupiahDenda Rp seratus ribu rupiah per hari dengan jumlah maksimal Rp seratus juta rupiahDenda maksimal Rp lima ratus juta rupiah untuk pihak bukan perseoranganDenda maksimal Rp seratus juta rupiah untuk pihak perseorangan Berdasarkan Siaran Pers Badan Pengawas Pasar Modal 2002, diumumkan sanksi yang diberikan Bapepam yaitu Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma Persero Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. lima ratus juta rupiahSesuai Pasal 5 huruf n Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal makaDireksi Lama PT Kimia Farma Persero Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp satu miliar rupiah untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma Persero Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. seratus juta rupiah untuk disetor ke Kas Negara, karena atas resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma Persero Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik SPAP, dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Dari siaran pers Bapepam tersebut dapat terlihat bahwa sanksi yang diterima oleh PT Kimia Farma dan KAP HTM selaku auditor independen PT Kimia Farma hanya sanksi administratif. Penegak hukum untuk kasus ini adalah Bapepam selaku pengawas pasar modal. Berdasarkan pemeriksaan Bapepam, HTM melanggar ketentuan administratif dalam undang-undang pasar modal yang terkait dengan penyampaian laporan atau informasi kepada Bapepam dan masyarakat. Laporan tersebut menyajikan informasi yang salah yang kemudian mempengaruhi harga saham di pasar modal, keputusan investor dan kreditor, dan pihak lain yang berkepentingan dengan informasi tersebut. Menurut pasal 68 Undang-Undang Pasar Modal seperti yang dijelaskan di atas, menegaskan adanya kewajiban dari akuntan publik yang terdaftar di Bapepam untuk selambat-lambatnya dalam jangka waktu tiga hari, untuk melaporkan kepada Bapepam bila menemukan sesuatu yang bersifat pelanggaran dari emiten terhadap ketentuan hukum pasar modal. HTM sudah melaporkan adanya kecurangan dalam audit keduanya, karena jika tidak, kemungkinan bukan hanya sanksi administratif yang diterima tapi juga sanksi pidana. Dampak terhadap Profesi Akuntan Kejadian ini bukan hanya berdampak pada masalah hukum dan masalah etika yang dihadapi oleh HTM sebagai akuntan publik yang bekerja untuk PT Kimia Farma tetapi juga berdampak pada profesi akuntan publik secara keseluruhan. Tudingan mengenai profesi akuntan publik selalu terjadi ketika perusahaan melakukan skandal keuangan. Akuntan dianggap bekerja tidak profesional dalam mengatasi skandal tersebut dan memberikan informasi yang tidak fair. Bahkan pada akhirnya keterlibatan mereka atas skandal tersebut juga perlu dipertanyakan. Apakah memang benar-benar tidak tahu atau malah berpura-pura tidak tahu? Salah satu dampak dari kasus PT Kimia Farma seperti yang dinyatakan oleh Arya 2009 adalah pemberlakuan peraturan pemerintah melalui Menteri Keuangan yang menerbitkan KMK no 423/ tentang Jasa Akuntan Publik, juga disertai Bapepam yang mengeluarkan peraturan no tentang independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit di Pasar Modal. Dalam peraturan tersebut diberlakukan larangan rangkap jabatan KAP mulai November 2002. Dengan demikian, KAP dilarang memberikan jasa audit dan konsultasi keuangan lainnya secara bersamaan pada sebuah perusahaan publik. Selain itu, diberlakukan pula pembatasan penugasan audit, yaitu KAP hanya dapat melakukan audit atas sebuah klien atau perusahaan publik paling lama 5 tahun berturut-turut, dimana partnernya paling lama 3 tahun berturut-turut. KAP dan partner baru dapat menerima penugasan audit untuk klien tersebut setelah selama 3 tahun berturut-turut tidak mengaudit perusahaan tersebut. Pembatasan kinerja akuntan publik dilakukan oleh Bapepam dan pemerintah untuk mengatasi masalah kecurangan dan tindak kejahatan di pasar modal sehingga diharapkan skandal Enron tidak akan terulang kembali di Indonesia. Mungkin dengan pemberlakuan peraturan ini akan mengurangi masalah kecurangan dan tindak kejahatan di pasar modal. Tetapi mungkin juga ada siasat baru yang dimiliki para akuntan publik untuk mengatasi peraturan tersebut. Opini atas skandal keuangan PT Kimia Farma PT Kimia Farma listing di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 4 Juli 2001 dan itu artinya PT Kimia Farma tergolong baru di BEI pada tahun 2001 tersebut. Salah satu kemungkinan alasan PT Kimia Farma melakukan mark up laba bersih karena mereka ingin meningkatkan nilai perusahaan. Paradigma masyarakat mengenai laba memang melekat erat sampai mereka selalu memandang perusahaan dengan kinerja baik adalah yang memiliki laba yang besar. Karena adanya paradigma tersebut, maka kemungkinan PT Kimia Farma melakukan mark up laba bersih untuk meningkatkan nilai perusahaan dan juga meningkatkan harga saham mereka. Ketidak konsistenan penyajian laporan keuangan sebenarnya dapat disebabkan oleh beberapa sebab yaitu akuntan publik yang tidak cermat, teliti dan bekerja secara seksama, pelanggaran yang disengaja oleh akuntan publik atau ketidak benaran dalam proses audit seperti pengambilan sampel yang walaupun diperbolehkan oleh standar tetapi ada risiko tidak terdeteksinya kecurangan dalam perusahaan Christiawan dan Sawarjuwono, 2004. Lalu apakah benar HTM tidak terlibat dalam kasus PT Kimia Farma? Kasus-kasus kecurangan seperti ini merupakan modus mungkin saja terjadi di perusahaan. Mengingat pengalaman dan kemampuan KAP terbesar di Indonesia yaitu KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa, tidak menemukan kecurangan tersebut sepertinya ada sebuah kejanggalan. Apakah akuntan yang bertindak tidak kompeten dan tidak professional atau memang ada keterlibatan akuntan publik dalam masalah ini? Masalahnya jika memang tidak menemukan, mengapa pada audit ulang ditemukan adanya overstated atau kelebihan penyajian pada laporan keuangan? Jadi, sesuai dengan banyaknya tudingan masyarakat mengenai keterlibatan akuntan dalam skandal keuangan sepertinya perlu diangkat untuk masalah ini. Ketidak tahuan HTM akan adanya mark up laba bersih dan alasan bahwa laporan keuangan sudah diudit sesuai dengan SPAP yang ada mungkin saja digunakan HTM sebagai alasan untuk “cuci tangan†dari masalah mark up laba bersih yang dilakukan PT Kimia Farma. Pada akhirnya walaupun HTM dinyatakan tidak terlibat dalam kecurangan yang dilakukan manajemen PT Kimia Farma, masyarakat tetap beranggapan bahwa akuntan publik merupakan profesi yang paling bertanggung jawab dalam masalah skandal keuangan perusahaan terutama karena mereka menjamin informasi yang salah dan membuat masyarakat termasuk investor, kreditor, bank dan pihak ketiga lainnya terlanjur merugi karena membuat keputusan bisnis dengan infromasi yang salah. Bahkan, bukan tidak mungkin skandal keuangan yang menyeret sejumlah nama besar perusahaan di Amerika juga akan terjadi di Indonesia. Hal ini disebabkan peraturan yang kurang memadai di pasar modal. Peraturan yang kurang memadai yang ditetapkan oleh Bapepam kadangkala menimbulkan tindakan opportunistic bagi akuntan publik. Walaupun tidak terbukti bersalah tetapi HTM turut bertanggung jawab atas kelalaian dan tidak berhati-hati dalam melakukan pekerjaan mereka. Menurut Effendi 2009 yang juga diperkuat oleh pernyataan Arya 2009 berdasarkan Undang-Undang Pasar Modal pasal 11 dijelaskan bahwa setiap pihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari pelanggaran Akuntan Publik dan KAP dalam memberikan jasanya, dapat menuntut ganti rugi secara perdata kepada Akuntan Publik maupun Kantor Akuntan Publik KAP. Selain perdata, Akuntan Publik dan KAP juga dapat dituntut dalam pelanggaran pidana, karena melakukan kecurangan fraud, ketidak jujuran, atau kelalaian dalam memberikan jasanya baik untuk kepentingan atau keuntungan Akuntan Publik, klien, ataupun pihak lain atau mengakibatkan kerugian pihak lain. Peraturan demi peraturan dibuat untuk menganggulangi masalah ini tetapi seolah semuanya hanya sekedar peraturan belaka. Meski hingga sekarang belum pernah terdengar seorang akuntan di penjara karena masalah audit baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, Bapepam seharusnya mempertegas peraturan yang ada mengenai tugas akuntan publik dan sanksi hukum yang harus diterima bila melakukan kesalahan. Jika kita lihat pada kasus ini, denda yang dikenakan Bapepam kepada HTM hanya sebesar Rp seratus juta rupiah dan ini mungkin hanya sebagian kecil dari fee audit yang mereka terima dan HTM juga masih dapat bernapas lega karena keputusan untuk tidak menggunakan jasa audit HTM pada semua BUMN ternyata tidak dilakukan oleh kementrian BUMN seperti yang diungkapkan oleh Ferdinand Nainggolan selaku Deputi Meneg BUMN pada Tempo edisi 1 November 2002. Sanksi yang diterima HTM pada kenyataannya mungkin tidak sebesar kerugian yang ditanggung masyarakat akibat informasi yang menyesatkan tersebut. Selain peraturan pasar modal, pembaharuan standar yang terus menerus serta pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dan IAPI Ikatan Akuntan Publik Indonesia harus lebih diperketat lagi dalam meminimalkan adanya kecurangan oleh akuntan publik. Untuk mengatasi semua masalah ini memang harus ada peraturan yang semakin tegas. Akan tetapi yang perlu diingat, peraturan dibuat hanya untuk mengurangi pelanggaran dan bukan meniadakan pelanggaran. Pada akhirnya semua jawaban dari skandal keuangan ini akan kembali kepada pertanyaan tentang moral masing-masing akuntan publik dalam melakukan pekerjaan mereka. Apakah mereka ingin bekerja secara professional atau tidak? Referensi Ekbis. 2002. Kimia Farma Memutus Hans Tuanakotta dan Mustofa, Tempo Interaktif 1 November 2002. Diakses tanggal 12 Oktober 2010 pukul Anto. 2007. Etika Profesi dan Mutu Audit Kantor Akuntan Publik. Diakses tanggal 13 oktober 2010 pukul Arya, Dimas. 2009. Tanggung Jawab Akuntan Publik atas Opini terhadap Laporan Keuangan Studi Kasus pada PT Kimia Farma tahun 2001, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Diakses tanggal 14 Oktober 2010 pukul Bapepam. 2002. Siaran Pers Badan Pengawas Pasar Modal tanggal 27 Desember 2002. Diakses tanggal 14 Oktober 2010 pukul Christiawan, Yulius Jogi dan dan Tjiptohadi Sawarjuwono. 2004. Konsistensi Penyajian Laporan Keuangan Perusahaan Publik Analisis Kritis atas Opini Auditor dan Laporan Keuangan Auditan Tahun 2000, Jurnal Akuntansi dan Keuangan VOL. 6, NO. 1, MEI 2004 40- 54. opini auditor terhadap laporan keuangan auditan PT Kimia farma tahun 2001. Diakses tanggal 14 Oktober 2010 pukul Effendi, Muhammad Arief. 2009. Kode Etik Profesi dan Kewajiban Hukum Akuntan Publik, Majalah Krakatau Steel Group/KSG, Edisi 40 Tahun 4/2009, Rubrik RAGAM, hlm 32-33. Diakses tanggal 13 Oktober 2010 pukul Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta Salemba Empat Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001. Jakarta Salemba Empat. Januar, Jimmy. 2010. Skandal-skandal di AS dan Indonesia. Diakses tanggal 13 oktober 2010 pukul Keraf, Sony. 1998. Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta Kanisius
Lo1a.