BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Perkembangan sastra Indonesia begitu banyak mengalami perubahan. Cerita rakyat yang dahulu hanya diceritakan secara lisan kini sudah dapat dijumpai dalam bentuk tertulis. Bentuk tertulis pun bermacam-macam ada buku, komik, maupun elektronik. Hal inilah yang membuat perkembangan sastra semakin pesat. Bukan sekadar dalam bentuk tulisan saja, kini juga dapat dinikmati dalam bentuk audio maupun audio visual yang dengan mudah didapatkan. Bentuk audio visual tergambar dalam video-video cerita rakyat yang sudah bisa dijumpai diberbagai aplikasi media sosial. Selain itu, bentuk cerita rakyat tersebut juga dapat dibuat dalam naskah drama serta pementasannya. Hal ini tergambar dalam beberapa bentuk cerita rakyat yang sudah dibuat naskah drama dan pementasannya, misalnya Sang Kuriang dan Jaka Tarub. Kedua contoh tersebut hanya sebagai representatif dari cerita rakyat yang dibuat naskah drama dan pementasannya. Padahal pada kondisi yang ada banyak cerita rakyat yang memang sudah menjadi konsumsi publik dengan pemanfaatan naskah secara tertulis dan pementasan sebagai bentuk pengejawantahan dari teks. Cerita rakyat Jaka Tarub misalnya, memang tidaklah diketahui pengarangnya. Beda halnya dengan naskah drama Jaka Tarub yang dikarang oleh Akhudiat, salah seorang dramawan ternama Indonesia. Kedua teks tersebut tentu memiliki kaitan satu sama lain, meskipun perbedaan tak dapat dipungkiri. Banyak faktor yang dapat dibandingkan dari kedua teks tersebut terkait dengan tema, tokoh, penokohan bahkan sampai kepada alur dan plot yang membentuk cerita tersebut. Secara gagasan besar bahwa kedua teks tersebut menjelaskan tentang Jaka Tarub namun tidak bisa diidentikan sama antara teks satu dengan lainnya. Berbicara Jaka Tarub dalam kedua teks tersebut sama saja berbicara tradisi lisan pada masanya. Banyak kejadian-kejadian yang berada di luar kebiasaan manusia. Kejadian tersebut jika dikaitkan dengan masyarakat maka dapat dikaji dari sisi kepercayaannya. Misalnya, dapat dikaji mitos-mitos dalam kedua teks tersebut yang berhubungan dengan masyarakat. Mitos pada setiap kebudayaan tentu saja berbeda, hal inilah yang menjadi fokus bahwa mitos yang akan dikaji dalam kedua teks Jaka Tarub tersebut berasal dari masyarakat Jawa. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka penulis akan membatasi masalah penelitian ini mengenai mitos-mitos dalam cerita rakyat Jaka Tarub dan naskah drama Jaka Tarub karya Akhudiat. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka rumusan masalah yaitu Apa saja persamaan dan perbedaan cerita rakyat Jaka Tarub dengan naskah drama Jaka Tarub karya Akhudiat?Apa saja tradisi dan modernitas dalam cerita rakyat Jaka Tarub dan naskah drama Jaka Tarub karya Akhudiat?Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yaitu Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan cerita rakyat Jaka Tarub dengan naskah drama Jaka Tarub karya mengetahui tradisi dan modernitas cerita rakyat Jaka Tarub dan naskah drama Jaka Tarub karya Akhudiat BAB II PEMBAHASAN Unsur Pembangun Teks Unsur pembangun teks atau biasa disebut juga unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Unsur yang dimaksud, untuk menyebutkan sebagian saja misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang, penceritaan, bahasa atau gaya bahasa dan lain-lain.[1] Unsur intrinsik ini menjadi sangat penting di dalam meneliti sebuah karya karena untuk memahami sebuah karya diperlukan unsur pembangun karya tersebut agar dapat mengetahui hal-hal dari yang terkecil sampai yang terbesar dari sebuah karya. Tema Tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita. Ia selalu berkaitan dengan berbagai pengalaman kehidupan, seperti masalah cinta, kasih, rindu, takut, maut, religious, sosial dan sebagainya. Dalam hal tertentu, sering, tema dapat disinonimkan dengan ide atau tujuan utama cerita.[2] Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra.[3] Jadi, tema dapat diartikan sebagai inti sari sebuah cerita yang pengarang buat yang melatarbelakangi penciptaan karya tersebut. Tema dalam cerita rakyat Jaka Tarub sama dengan tema naskah drama Jaka Tarub karya akhudiat. Tema yang diangkat adalah kisah percintaan Jaka Tarub dan Nawang Wulan. Secara garis besar, Jaka Tarub dari awal sampai akhir menjalin hubungan dengan Nawang Wulan meskipun Nawang Wulan di akhir cerita pergi meninggalkan Jaka Tarub. Kalau dalam cerita rakyat Jaka Tarub, tokoh Wulan pergi ke khayangan, pada naskah drama karya Akhudiat tokoh Wulan pergi ke Jakarta untuk bermain film. Tokoh dan Penokohan Watak perwatakan, dan karakter, menunjukan pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu sebuah cerita, atau seperti dikatakan oleh Jones 196833, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.[4] Tentu saja dalam sebuah cerita maupun drama pasti ada tokoh di dalamnya dan penokohan pada setiap tokohnya. Cerita rakyat Jaka Tarub hanya menampilan beberapa tokoh di dalamnya, seperti; Jaka Tarub, 7 Bidadari termasuk Nawang Wulan, Mbok Randa, dan Nawangasih. Sedangkan, di dalam naskah drama Jaka Tarub karya Akhudiat tokohnya yaitu Jaka Tarub, 7 Bidadari termasuk Nawang Wulan, Dalang, produser film, dan Kor. Tokoh yang sama dan masih menjadi kunci dalam cerita Jaka Tarub yaitu Jaka Tarub, Nawang Wulan, para bidadari, serta anak dari pasangan Jaka dan Wulan. Selain itu tokoh Mbok Randa hanya ada dalam cerita rakyat Jaka Tarub. Sedangkan tokoh dalang, produser film, dan kor hanya ada dalam naskah drama Jaka Tarub karya Akhudiat. Penggambaran watak tokoh dalam kedua teks ini terdapat perbedaan dan persamaan yang signifikan. Tokoh Jaka dalam cerita rakyat memiliki watak simple character atau tidak mengalami perubahan sifat. Watak Jaka pertama kali ketika kehilangan ibunya merasa sangat sedih setelah itu ia menolong Nawang Wulan yang sedih ditinggal sesama bidadari, selain itu pula Jaka sedih kehilangan Nawang Wulan yang kembali ke khayangan meninggalkan ia dan anaknya. Lain halnya dengan watak tokoh Jaka dalam naskah drama karya Akhudiat berbeda dari watak aslinya di cerita rakyat. Di awal cerita, tokoh Jaka sangat tidak peduli terhadap orang dan lingkungan sekitar. Misalkan saja tokoh Jaka yang tidak mempedulikan tokoh Dalang. Jaka Tarub acuh tak acuhmendekati Dalang, diangkatnya berdiri, dibawa tempat bermain Kakek, kek, kek… membangunkan orang tidur-duduk. Sudah kek, bangun kek Seiring perjalanan, watak tokoh Jaka semakin tampak, misalnya berbuat sesuka hatinya dan tidak mau diatur. Jaka Tarub Dia ngajak pisah. Kau harus tahu, perempuan sekarang tidak mau dibuntuti laki-laki melulu. Saya senang sikap demikian. Tanpa saling menyakitkan hati. Kami habis… berbisik ke Dalang Jaka Tarub bakar saja kitabmu. Tidak bisa menolong sama sekali Karakter tokoh Jaka berubah lagi ketika mengetahui bahwa Wulan akan pergi meninggalkannya. Jaka Tarub tak sudi mati. Kususul Wulan. Kucuri! Perasaan sedih Jaka berubah menjadi kebahagian setelah dia berhasil menyusul Wulan yang pergi. Jaka Tarub Wulan, ayo! Lari masuk, tertegun; memeluk WULAN, menggendong, dan menggaet tasnya Wulanku… Penjelasan di atas menandakan bahwa watak tokoh Jaka yaitu complex character atau tokoh bulat. Watak ini berarti bahwa tokoh mengalami perubahan dari watak semula. Jadi, pada cerita rakyat watak tokoh Jaka adalah simple character sedangkan dalam naskah drama karya Akhudiat watak Jaka adalah complex character atau tokoh bulat. Watak tokoh Nawang Wulan dalam cerita rakyat maupun naskah drama sama-sama simple character atau tidak mengalami perubahan sifat. Perlu dipahami pula meskipun tidak mengalami perubahan sifat namun karakteristik tokoh Wulan berbeda. Misalnya saja dalam cerita rakyat Wulan adalah sosok bidadari yang santai dan tenang. Hal ini tergambar ketika ia ditinggalkan bidadari lainnya ia tenang meski dibalut kesedihan. Beda halnya dengan sosok Wulan dalam naskah drama, ia mempunyai sifat asal berbicara. Jaka Tarub Anak-anak keterlaluan bergurau. Sampai pakaian segala dicopot. Nawang Wulan Ketawa Hahaha kau juga senang kan. Jaka Tarub Balik bertanya Kamu dari mana? Nawang Wulan Ketawa Sama seperti kau. Jaka Tarub Abis jalan sama om-om ya? Bajunya keren bener? Nawang Wulan Ya sama seperti kau. Lihat nih! menekan gadget dan pakaian-pakaian gemerlapan sudah berada di tangan Tokoh Wulan selain punya sifat asal bicara juga digambarkan bersifat modis. Penggambaran tokoh Jaka dan Wulan dilukiskan oleh pengarang sebagai manusia masa kini yang serba modis telah menggunakan teknologi mutakhir. Alur Menurut Abrams dalam Wahyudi Siswanto alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.[5] Jadi, dapat disimpulkan bahwa alur merupakan rangkaian cerita dari peristiwa satu ke peristiwa lainnya yang di dalamnya terdapar tokoh yang membangun cerita tersebut. Alur dalam cerita rakyat tersebut adalah alur maju karena dari tiap cerita dan peristiwanya berlangsung secara urut. Begitu pula dalam naskah drama, alur cerita dan peristiwanya juga runut dari awal Jaka Tarub mencuri baju bidadari sampai Nawang Wulan pergi dan mereka kembali bersama lagi. Alurnya runut dari A sampai Z. Latar Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteaksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar juga dapat berwujud waktuk-waktu tertentu hari, bulan, dan tahun, cuaca atau satu priode sejarah.[6] Biasanya latar terkait dengan tempat kejadian sebuah peristiwa dan juga waktu kapan peristiwa itu terjadi. Latar tempat Latar tempat berarti tempat terjadinya sebuah peristiwa. Latar tempat bisa mencakup negara, tempat tinggal, rumah, masjid, dan lain sebagainya. Latar tempat dalam cerita rakyat digambarkan di desa, sawah, hutan, telaga, rumah, lumbung gabah, dan kahyangan. Di sebuah desa tinggallah seorang Janda bernama Mbok hari, ia selalu membantu ibunya di saat ia terbangun dari tidurnya, ia pun langsung pergi ke ketika, ia melewati telaga itu dan secara tidak sengaja ia melihat para bidadari sedang mandi ajaknya bidadari yang ternyata bernama Nawang Wulan itu pulang ke Nawangwulan sudah bulat tekadnya, hingga akhirnya ia pergi ke selendang tersebut ada di lumbung gabah yang di sembunyikan oleh suaminya. Sedangkan, latar tempat dalam naskah drama digambarkan melalui dialog, kramagung, dan tata panggung. Seperti di museum, semak-semak, kursi pojok, alexis, kolam payung, di puncuk pohon, atas kolam, kereta api, Karawang, Jakarta,dan kamar. Banyak sekali latar dalam naskah drama tersebut yang mendukung jalannya cerita dan peristiwa. Latar Waktu Latar waktu mempunyai kaitan erat dengan sejarah. Latar waktu juga bisa dihubungkan dengan yang berlaku setiap hari, yaitu malam, siang, tengah hari, pagi, sore dan lain sebagainya.[7] Latar waktu dapat dijumpai secara langsung tapi ada pula yang disampaikan secara tersirat. Latar waktu dalam cerita rakyat yaitu pada zaman dahulu kala, suatu malam, pagi, siang hari, senja. Pada zaman dahulu kala, di sebuah desa tinggallah seorang Janda bernama Mbok Randa Suatu malam, Jaka Tarub bermimpi memakan Daging Rusa. Dari pagi sampai siang hari ia berjalan. Karena hari sudah mulai senja, Nawangwulan di tinggalkan seorang diri. Sedangkan, latar waktu dalam naskah drama yaitu pagi, malam bulan purnama, senja. Analisis Isi Sastra, dalam hal ini cerita rakyat dan naskah drama adalah komponen teks yang merefleksikan kehidupan. Teks tersebut diolah dalam pikiran agar menciptakan konsep dalam pola pikir manusia. Konsep teks tersebut tentu berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Misalkan saja pada peristiwa-peristiwa masa lampau yang masih memelihara tradisi di suatu wilayah. Tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa pemeliharaan tradisi tersebut bisa diperbaharui tanpa harus menghilangkan tradisi yang sudah ada. Modernisasi adalah konsep terbarukan dengan mengikuti perkembangan zaman. Konsep modernisasi ini tidak serta merta hadir begitu saja tanpa konsep sebelumnya. Modernisasi hadir karena kebutuhan pada tradisi yang lama untuk memperbaharui dan membuat menjadi lebih terbarukan mengikuti perkembangan manusia serta teknologi. Kata “tradisi” diambil dari bahasa Arab “turats”. Yang dimaksud turats tradisi menurut Jabiri bukan hanya mencakup kebenaran, fakta-fakta, kata-kata dan konsep, bahasa dan pemikiran, tapi juga mitos-mitos, legenda-legenda, cara-cara memperlakukan sesuatu, dan juga metode-metode berpikir. Lain halnya dengan konsep modernitas, yaitu upaya memahami pemahaman tradisi, yang terjebak dalam tradisi ini, untuk mendapatkan sebuah pemahaman modern dan pandangan baru tentang tradisi. Karena itu, gagasan modernitas bukan untuk menolak tradisi atau memutus masa lalu melainkan untuk mengupgrade sikap serta pendirian dengan mengandaikan pola hubungan kita dengan tradisi dalam tingkat kebudayaan modern.[8] Tradisi dan modernitas berjalan seiringan dan tak selamanya berlawanan karena konsep modernitas adalah sebuah pembaruan atau pemutakhiran sebuah tradisi. Begitu pula halnya dalam cerita rakyat Jaka Tarub dan naskah drama Jaka Tarub karya Akhudiat di atas. Dari segi tradisi banyak hal-hal yang berkaitan dengan hal-hal masa lalu di dalam kedua teks tersebut. Jaka Tarub dalam cerita rakyat dikisahkan adalah seorang laki-laki yang tampan disebuah desa. Selain itu, Jaka Tarub juga seorang yang gagah dan baik hati serta memiliki kesaktian. Hal tersebut tergambarkan bahwa Jaka Tarub yang tinggal di desa identik memiliki kesaktian tertentu meski tidak digambarkan kesaktian seperti apa yang ia miliki. Bukan itu saja, sikap lelaki desa digambarkan baik hati. Hal ini tergambar dalam narasi cerita tersebut. Jaka Tarub menjadi pemuda yang sangat tampan, gagah, dan baik hati. Ia juga memiliki kesaktian. Setiap hari, ia selalu membantu ibunya di sawah. Karena memiliki wajah yang sangat tampan banyak gadis-gadis cantik yang ingin menjadi istrinya. Lain halnya dalam naskah drama, Jaka Tarub digambarkan sudah terkena modernitas zaman. Jaka dilukiskan berpakaian mode bahkan Jaka sampai menjual baju lamanya dan dilengkapi dengan handphone, gadget, dan headphone yang dimilikinya. Selain itu, Jaka yang berada di kota metropolitan juga berperilaku layaknya orang-orang kota yang berpergian ke mana saja, bahkan ke tempat prostitusi. Hal ini tergambar ketika Jaka pergi ke Alexis, sebuah tempat prostitusi ternama di Jakarta dan Jaka merasa wajar bermain perempuan. Jaka Tarub masuk ke tempat bermain. Berpakaian mode anak muda sekarang dengan handphone dan gadget. Nampak sedang membuat VLOG. Jaka Tarub Entah. Kami pisah sesudah check-in di alexis. Jaka Tarub Main perempuan? Angkat dua tangan, kaki, Taiso. wajar dong, saya kan laki-laki normal. melihat dalang tidak seperti Jaka Tarub dalam kitab si dalang jelek itu! Selain itu, Jaka Tarub juga dikisahkan mengintip dan mencuri selendang tujuh bidadari yang sedang mandi. Jaka justru dikejar, dipukul hingga jatuh, dan ditelanjangi oleh para bidadari tersebut. Hal ini menandakan bahwa wanita tidaklah lagi membuat jera lelaki dengan hanya sekadar memukul melainkan ikut menelanjangi lelaki dan ini hal yang tidak biasa dilakukan oleh wanita. Bidadari yang digambarkan di sini menurut penulis adalah representatif dari wanita malam yang bekerja atau sekadar datang di tempat prostitusi alexis. Nawang Wulan dalam cerita rakyat digambarkan cantik, tenang, lembut, dan baik hati ini tidak digambarkan dengan deskripsi yang banyak hanya ada beberapa dalam cerita tersebut. Lain halnya karakter Wulan dalam naskah drama. Wulan digambarkan juga mengikuti arus modernitas dengan menggunakan baju yang gemerlap terlebih lagi ditambah gadget yang ia miliki. Wulan juga diceritakan pergi ke Alexis bersama Jaka, sehingga karakternya lebih terbuka dan blak-blakan atau ceplas-ceplos seperti perempuan metropolitan lainnya. Wulan dilukiskan adalah seorang model dan diteks dijelaskan bahwa Wulan seorang pelacur yang menjalankan kehidupannya di Alexis. Nawang Wulan Ya sama seperti kau. Lihat nih! menekan gadget dan pakaian-pakaian gemerlapan sudah berada di tangan Nawang Wulan Jangan mengira kerja kami sekadar buka baju tukar celana, pamer paha buka dada, atau obral gossip, Ketawa itu kan model-model abal-abal. Merusak profesi. Nawang Wulan Ketawa Mata laki-laki tidak di kepala. Tapi di…menunjuk bagian kemaluan Nawang Wulan Bajingan kau Jak, aku bukan PELACUR Paparan di atas menegaskan karakter Wulan yang sudah modernitas dengan berbagai gaya berpakaian, pembicaraan, bahkan perilaku dalam kehidupannya. Modernitas terjadi karena adanya penyimpangan atau perubahan tradisi. Tradisi di kota metropolitan tentu berbeda jauh dengan di desa yang masih percaya tentang mitos dalam suatu masyarakat. Misalkan saja mitos yang terdapat di cerita rakyat Jaka Tarub adalah sang suami membuka tempat nasi yang istri sedang masak sehingga mengakibatkan stok persedian padi cepat habis. Pantangan orang-orang Jawa masih berkaitan dengan kejadian di atas. Wong lanang ora boleh mbukak daringan, menko sing wadon marahi boros. Laki-laki dilarang membuka lumbung/penyimpanan beras, nanti istrinya jadi pemboros.[9] Kepercayaan tersebut membuat cerita rakyat Jaka Tarub lebih menampilkan unsur mitos yang ada dalam masyarakat Jawa. DAFTAR PUSTAKA Fanannie. Telaah Sastra. Surakarta Anggota IKAPI Jateng. 2001. Novia, Yunita. Relasi Tradisi dan Modernitas dalam Pembaharuan Pemikiran Islam Muhammad Abid Al-Jabiri Jurnal Al-Lubb, Vol 1, UIN Sumatera Utara. 2016. Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta Gajah Mada University Press. 2013. Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta PT Grasindo. 2008. Stanton, Robert. Teori Fiksi. Yogyakarta Pustaka Pelajar. 2012. Sukatman. Butir-butir Tradisi Lisan Indonesia. Yogyakarta Pressindo. 2012. Tuloli. Teori Fiksi. Gorontalo BMT Nurul Jannah. 2000. [1] Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi Yogyakarta Gajah Mada University Press, 2013, hlm. 30 [2] Ibid.,hlm. 32 [3] Fanannie, Telaah Sastra, Surakarta Anggota IKAPI Jateng, 2001, [4] Burhan Nurgiyantoro, hlm. 247 [5] Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, Jakarta PT Grasindo, 2008, [6] Robert Stanton, Teori Fiksi, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2012, hlm. 35 [7] Tuloli, Teori Fiksi, Gorontalo, BMT Nurul Jannah. 2000, hlm. 15 [8] Yunita Novia, Relasi Tradisi dan Modernitas dalam Pembaharuan Pemikiran Islam Muhammad Abid Al-Jabiri Jurnal Al-Lubb, Vol 1, 2016, UIN Sumatera Utara, hlm. 95 [9] Sukatman, Butir-butir Tradisi Lisan Indonesia, Yogyakarta Pressindo, 2012, hlm. 47
Narator Pada jaman dahulu di sebuah desa di daerah Jawa Tengah. Hidup seorang pemuda bernama Jaka Tarub. Ia tinggal bersama ibunya yang biasa dipanggil Mbok Randha. Ayahnya sudah lama meninggal. Sehari-hari Jaka Tarub dan Mbok Randha bertani padi di sawah.
MR Mbok Randha SK Soma Kampret JT Jaka Tarub W Widadari ADEGAN I Ing omahe, Mbok Tarub karo Jaka Tarub lagi ngrembug babagan pepinginane Mbok Randha Tarub enggal duwe putu, nanging Jaka Tarub isih durung pengin palakrama. Kapara malah ora kepengin palakrama yen ora oleh widadari. Katungka tekane Soma Kampret kang ngajak Jaka Tarub golek manuk ing alas. MR “Le Tole… mambengi mbok kok ngipi nduwe putu! Kapan ta jane kowe rabi? Umurmu lo wis pira Le?” JT “Pripun Mbok? Wayah? Wayahipun tanggi nika lo pun katah. Panjenengan nyuwun setunggal mawon mangke dipunparingi.” MR “Gundulmu athos Le.. Rumangsamu gawe anak iku penak? Anak kuwi ora sokor mbrojol tapi ana prosese Le. Umurmu lo wis tuwek, apa ora sir nduwe anak?” JT “ Sepuh pripun ta Mbok? Kula lo taksih jaka ting-ting, luwih becik kula dhateng alas kalih Soma Kampret tinimbang mikiraken sandhang lan pangan putra kaliyan garwa.” MR “Yowis lah, karepmu! Pancen kowe cilik metisil ireng njlentheng, makane ta ora payu. Tak payokne paling ya ora enek sing gelem.” JT “Hoalah Mbok. Lhawong kula cemeng manis kados arjuna, masak ta mboten wonten sing purun? Mula kula mboten rabi amargi ngrantos widadari mandap saking kayangan. Masak arjuna rabi kalih tiyang ndesa.” MR “Yawes Le, lek kowe wegah rabi, tak aku ae sing rabi.” SK “Joko…Joko…Joko…” JT “Oe… ana apa Pret?” SK “Aku mau weruh manuk apik miber mlebu alas, ayune kaya widadari. Ora sir mburu? Mumpung aku gawa tulup.” JT “Tenane ta Pret? Yawis yoh. Mbok, kula pados widadari. Njenengan dongakne nggih” MR “Woo… pancen cah edan.” ADEGAN II Ing tengah alas, Jaka Tarub karo Soma Kampret lagi golek manuk. Dumadaken weruh ana kumlebate para widadari kang tumuju ing sawijining tlaga. Jaka Tarub karo Soma Kampret nginceng saka grumbulan lan sabanjure Jaka Tarub nyolong salah sijine slendhange widadari. Widadari sing kelangan slendhang lan ditinggal widadari liyane bali menyang kahyangan nangis-nangis banjur gawe sayembara. Sapa sing bisa aweh slendhang, yen wadon dipek sedulur, yen lanagarep disuwitani utawa didadekne bojo. Jaka menehi sarung marang Dewi Nawang Wulan. JT “Pret Kampret… Pret Kampret…” SK “Ana apa ta jane?” JT “Pener omongmu lha kae lo widadarine ayu banget kaya bintang film.” SK “Heleh endi lo? Widadari ning kene ya kepanasen ta Le..Le..” JT “Kae lo sawangen. Jane mripatmu katut ketulup apa piye ta?” SK “Menenga ta! Aku sik nulup manuk ki lo. Kleru kowe ngko sing tak tulup.” JT “Wista melu aku yoh!” SK “Eladalah… kuwi widadari ta Jok? Kok ayu temen ta. Aku ngipi ta iki?” JT Meneng tok karo ngowoh SK “Iki wis surup. Yoh mulih! Goleki mbokmu we ngko.” SK ngalih mlaku dhisik JT “Aku kudu iso ngrabi widadari iki. Kayata lagi kebanjiran segara madu, kapan maneh widadari ana ing kene. Tapi piye ya carane? Woo iya ya, apa tak jupuk slendhange wae ya? Ben ora iso mulih.” njupuk slendhange W “Duh Gusti.. nyang endi iki slendhangku? Piye iki ndonya wis surup, nanging aku ora iso mulih. Duh Gusti… tulungana aku. Aku sumpah yen ana sing bisa nemokake slendhangku, yen wadon bakal tak dadekne sadulur, yen lanang bakal tak dadekne bojo.” JT “Ana apa Putri sliramu kok melasne ati? kena apa nangis neng kono dhewekan? Wes gedhe semana masa nangis. Opo ora isin” W “Hahh.. Sopo kuwi sing takon. Kok ora ana wujude?” JT “Aku nyang kene, makane ta nduk madepo mburi” W nyawang mburine, “ Subhanalloh sampeyan niki sinten? JT “Ora kenal aku ta? Aku Jaka Tarub pemudha paling bagus, paling ganteng, paling cakep ing desa iki.“ W “Jaka Tarub?, Woo berarti sampeyan ingkang tukang ndamel tarub ana mantenan-mantenan niku ta? Hooh mboten lintu maneh” JT “E.. kok ngawut, aku ki Jaka Tarub dudu sing tukang nggawe Tarub.” W “ O.. ngoten” JT “ Saiki aku banjur takon. Sampeyan ki jenenge sapa, lan ana apa kok sedhih banget?” W “ Kula Nawang Wulan, widadari saking kayangan. Pripun ta Kangmas, slendhang kula ical lan kula mboten ngertos wonten pundi. Mula kula mboten saged wangsul wontenkayangan.” JT “ O.. ngono critane, kok melas temen. Kepriye lek sampeyan melu aku wae” W “ Tumut wonten pundi Kangmas?” JT “Nyang omahku, wes ayo aja panggah kakean takon wae. Tinimbang nyang kene dewe” W “Yawes kula tak melu sampeyan mawon” JT “Iki lo sarungku gaenen dhisik. Sliramu kayake kok kademen.” W “Maturnuwun Kangmas.” ADEGAN III Ing omahe Nyi Tarub. Jaka Tarub oleh restu lan sida urip bebrayan karo Dewi Nawang Wulan. MR “Lho…lho…lho Sapa kuwi Le? Ayune kok sundha langit. Lekmu nemu nendi? Nyolong wek e sapa? Alhamdulillah bariki aku nduwe putu.” JT “Hahaha… Leres ta Mbok kandhaku. Kula pikantuk widadari.” MR Kaget banget“Tenan ye Le kuwi widadari?” W “Inggih Bu, kula niki widadari saking kayangan. Mulane kula niki ayu sanget.” MR “Heleh..heleh ayu banget ta kowe Nduk.. Yawes mlebu o. Jok jaken mangan-mangan kana Jok!” W “Ngapunten Bu, kula mboten maem saklintune sekar melati.” MR “Yawes kana methilo ning ngarep omah. Ojo dientekne lo ya… Mboke ya doyan.” JT “Iso-iso ae Mbok.” bengi JT “Dik, rasa-rasane kok aku tresna marang sliramu.” W “Tresna niku napa ta Mas?” JT “Eladalah… tresna kok ya ora ngerti.” W “Mboten Kangmas.” JT “Dik, sliramu apa sudi urip bebrayan karo Kangmas?” W “Inggih Kangmas, kula purun amargi kula nggih tresna kalih njenengan.” JT “Mbok… entenana bariki kula rabi” MR “Ya mbok ngono. Gek ndang gaekno putu ya. Muga-muga anggenmu bebrayan tansah pinaringan kawilujengan.” W “Inggih maturnuwun Bu. Pangestunipun panjenengan.” W “Mas, rabi niku napa lo Mas?”
RagamBahasa Jawa Jumat, 20 Januari 2017. jaka tarub (XII PMS 2) Jaka Tarub. BABAK 1. Panggonan : ing kayangan . Para Nawang lagi guneman ing kahyangan. Dheweke mudun saka kahyangan arep adus ing bumi. Nawang Sekar : "Ayo para dulur, dolan menyang bumi.Disore ini, saya akan mengeshare naskah Drama Bahasa Jawa yang berjudul "Jaka Tarub". Selamat Membaca JAKA TARUB Sawijining dina, udan sing maune deres banget saiki wis mandheg. Suasana sore wis katon cerah. Ana kluwung pelangi njedhul neng sisih kulon. Jarene wong-wong ndhisik, yen ana pelangi berarti arep ana midodari sing arep adus neng bumi. Nanging bener orane ya mbuh ora ngerti. Selot suwe, bit semribit ana ganda wangi banget. Ana apa ya? Suara kemrincing saka kulon. ADEGAN I Byur…Byur…Byur… Midodari Abang “Cihuy… asik… bisa adus maneh. Jan banyune seger tenan. Wis seminggu ora adus, awake padha pliket kabeh. Jan…segerepol tenan. “ Midodari Jambon “Lak iya ta, segere poll. Tapi aku ya ora kaya kowe. Mosok dadi midodari ora tau adus. Ngerti ra,saiki neng kayangan wis ana pemandian umum. Ora ngerti sih…katrok banget.” Midodari Kuning “Ih…ya ampyun…sapa kui sing jarang adus. Ngisin-ngisini banget dadi midodari. Mosok midodari jarang adus. Ki contoh akyu ya…saben dina ora tau lowong Manycure Pedycure. Jan ambune wangi banget.” Midodari Ijo “Lah…ya wis. Kaya ngono we dibahas. Aku sing ora beda kaya abang jarang adus we meneng bae kok.” Midodari Abang “Duh… Ijo, dadi aku ana tunggale? Hahahaa… Tos disik yo…” Midodari Ijo “Tos..!” Midodari Kuning “Ya ampyun…kaya ngono we kok dibanggakake. Nggilani..! Oh ya,n gomong-ngomong si Ungu karo Nila lagi neng ngendi ya? Kok awit mau ora ketok.” Midodari Biru “Oh…duo Midodari kae ta? Si Ungu mau wis ijin arep konser disik. Si Jingga lagi pilek. Trus si Nila lagi mojok karo pacare. Mau ki tak jak i malah ora gelem.” Midodari Abang “Ya…iyalah. Mengko yen di jek ya dadi kesetrum.” Midodari Ijo “Woo…lha, kuping apa centhelan wajan ta? Dijak dudu dijek!!” Midodari Biru “Intine si Nila ora gelem melu. Jare wis ana sing ngajak shoping.” Midodari Kuning “Ow…ngono ta…” ADEGAN II Ana ing teras ngomah, Jaka Tole lagi leyeh-leyeh. Ujug-ujug Jaka Tarub teko karo bengok-bengok. Jaka Tarub “Le…Le…Le…” Jaka Tole “Ngapa ta? Aku ora budheg, nyeluki bae. Aku wis krungu. Ana apa ta jane?” Jaka Tarub “Wetengku loro banget.” Jaka Tole “Lha terus?” Jaka Tarub “Tenanan ki, mules banget, kakehan mangan sambel. Tak jak neng kali yuh!” Jaka Tole “Jan…wis gedene semono, ning kali we njaluk dikancani.” Jaka Tarub “Lah, aja kaya ngono ta, mung ngancani we kok wegah…” Jaka Tole “Emoh laah. Ngancani kok ning kali. Yen ngancani ning kota, shopping, cuci mata ngono aku gelem banget.” Jaka Tarub “Ya wis yen ora gelem ngancani. Yen neng kali ana sing bening-bening, ora tak kandhani.” ADEGAN III Neng Kali… Jaka Tarub “Aduuh jan lega pisan. Tapi, kok kaya ana sing beda ya? Ambune wangimen? Kayane ambune saka kulon. Jajal tak tiliki lah. Jaka Tarub nginguk ana ing samburine wit gedhe kang ditutupi suket sing dhuwur. Jaka Tarub “Wualah-wualah…apa aku ora salah weruh, kae midodari lagi padha adus..ce…ce…ce…ayu-ayu tenan, keno nggo cuci mata ki. Tamba ngantuk..! Oh ya, aku duwe ide cemerlang, tak jupuke salah siji slendange, ben ora iso bali.” Jaka Tarub njupuk slendang sing rupane jambon. ADEGAN IV Midodari Ijo “Kanca-kanca ayo padha bali ning khayangan, kayane aduse wis cukup, wis keset ki lho….” Midodari Biru “Adhuh biyung, aku isih kepengin kungkum, dhela ngkas.” Midodari Abang “Tapi kayane wis sore loh, mengko yen didukani Bapa kepriye ?” Midodari Biru “Ya wis lah ayo.” Midodari Jambon “Eh, slendhangku neng ngendi ya? Kok ora ana?” Midodari Kuning “Tape deh. Lha mau kok deleh ngend? Digoleki dhisik kana!” Midodari Jambon “Uwis, tapi ora ana. Mengko yen aku ora bisa bali kepriye ?” Midodari Abang “Ayo cepet, wis sore, Aku, Ijo, karo Kuning bali dhisik …..” Midodari Jambon “La aku kepriyeneng kene, masa aku ditinggal dhewekan?” Midodari Ijo “Yaw is lah. Trima bae nasibe ko.” Midodari Kuning “Mbon, aku bali dhisik ya, Sorry dory Strobery….” Midodari jambon akhire detinggal dhewekan. Ora ana sing gelem ngancani. ADEGAN V Midodari Jambon sedhih banget. Ujug-ujug, Jaka Tarub teka kaya dadi pahlawan bae. Midodari Jambon “Hikk…hikk…hikk…slendhangku nengendi ? Kepriye iki Bapa…. Biyung….” Jaka Tarub “Cah ayu, kena apa nangis neng kono dhewekan. Wis gedene semono masa nangis. Apa ora isin….” Midodari Jambon “Slendhangku ilang….” Jaka Tarub “Kepriye kok bisa ilang?” Midodari Jambon “Hah!!! Sapa kuwi sing takon. Kok ora ana wujude ?” Jaka Tarub “Aku neng kene. Nylinguko mburi.” Midodari Jambon “Subhanalloh !!! Sampeyan sapa?” Jaka Tarub “Ora kenal aku ta? Aku Jaka Tarub. Pemudha sing paling cakep, paling ganteng, paling joss neng desa kene. Nah saiki giliran aku sing arep takon. Cah ayu, jenengmu sapa, truz bisane neng kene anu kepriben critane.” Midodari Jambon “Dadi sampeyan Jaka Tarub. Anu sing tukang nggaweni tarub angger ana manten ya…?” Jaka Tarub “Sembarangan. Aku Jaka Tarub, dudu tukang nggaweni tarub.” Midodari Jambon “Oh, ngono. Aku Midodari Jambon. Jeneng bekenne Nawang Sasi. Aku teka saka khayangan. Tapi sing dadi masalah, saiki aku ora bisa bali menyang khayangan. Amarga, slendhangku ilang.” Jaka Tarub “Ow, ngono critane. Melas temen. Ya wis, saiki kowe melu karo aku bae.” Midodari Jambon “Melu menyang ngendi?” Jaka Tarub “Aja kakeyan takon ngapa. Tinimbang kowe dhewekan neng kene. Ayo, gelem pa ra?” Midodari Jambon “Ya wis, aku gelem melu sampeyan. Tapi manawa sampeyan macem-macem dak thuthuk lho” Jaka Tarub “Iya lah….” Sawise kuwi, Midodari Jambon akhire melu Jaka Tarub. Bareng wis suwe akhire Jaka Tarub karo Midodari Jambon padha seneng-senengan. Banjur akhire dadi manten. Lan duwe anak wadon. ADEGAN VI Para Midodari sing maune pada bali menyang khayangan teka maneh. Para Midodari mau diutus dening Baginda Raja supaya njemput Nawang Sasi bali. Midodari Kuning “Mbon, Kepriye kabare ? Apik-apik bae ta ? Suwe ora ketemu ya ?” Midodari Jambon “Eh… Abang, Ijo, Kuning, Biru, aku apik-apik bae neng kene. Kepriye kabare kowe-kowe padha ? Waras kabeh ta ?” Midodari Ijo “Aku karo kanca-kanca neng kana ya padha waras kabeh.” Midodari Abang “Jan, aku heran karo kowe. Bisa-bisane betah neng bumi. Ana apa ta jane ?” Midodari Jambon ”Dak critani, ya. Aku neng kene ketemu karo pemudha sing ganteng banget.” Midodari Biru “Sapa jenenge ?” Midodari Jambon “Jenenge Jaka Tarub. Kae sing nulungi aku pas ditinggal dening kowe-kowe padha. Terus saiki aku wis dadi bojone Jaka saiki aku wis duwe anak jenenge Jaka Tajam.” Midodari Ijo “Apa kuwi ? Kok elek temen ?” Midodari Jambon “Elek piye lho, kuwi dijupuk saka Ta sing berarti Tarub, Jam sing berarti Jambon.” Midodari Abang “Ooo… Ngono ta critane.” Midodari Jambon “Ngomong-ngomong, ana perlu apa ta, kok njanur gunung ?” Midodari Biru “Aku, Ijo, Abang, lan Kuning diutus dening Baginda Raja supaya njemput kowe bali menyang khayangan.” Midodari Ijo “Nggo ngapa urip neng kene? Mendhing urip neng khayangan. Apa-apa ana.” Midodari Jambon “Tapi pangapura ya kanca-kanca. Aku ora bias melu kowe padha. Amarga aku wis betah neng kene.” Midodari Ijo “Dadi aku lan kanca-kanca sia-sia teka kene ?” Midodari Kuning “Ya wis yen kuwi kekarepanmu. Nanging aku isih ngarep kowe bali menyang khayangan maneh. Midodari Abang “Aku ora arep meksa. Sing penting kowe senrng, aku ya melu seneng.” Midodari Jambon “Matur nuwun, wis padha pangerten karo aku.” Midodari Biru “Ya wis yuh, padha bali. Wis sore, mendung sisan. Mengko neng ndalan kudanan kepriye?” Midodari Kuning “Mbon, aku bali ya. Da…da….” Para Midodari akhire bali menyang khayangan. Nanging Midodari Jambon tetep ora gelem bali. ADEGAN VII . Jaka Tarub “Bu, tulung gawekna aku wedang kopi. Sore-sore ngene iki paling enak ngombe kopi.” Midodari Jambon “Ya, sabar sik, Pak.” Jaka Tarub “Pancen rejeki ora bakal neng ngendi-ngendi. Bisa oleh Midodari sing ayu. Manawa slendhange kae ora dak jupuk, mesthi uripku ora bakal kepenak kaya saiki. Tapi aja nganti Si Nawang Sasi ngerti. Yen nganti ngerti, bisa dadi duda aku.” Midodari Jambon “Jan, Bapake. Karepe saben sore medang kopi bae. Apa ora bosen ta, Pak ?” Jaka Tarub “Ya ora ta,. Wong sing nggawekne we bojone dhewe.” Midodari Jambon “Oh ya, Pak. Berase wis entek. Sesuk arep adang apa ?” Jaka Tarub “Masak wis entek ta, Bu?” Midodari Jambon “Nganti wis klimit malahan, Pak… Pak….” Jaka Tarub “Neng lumbung beras isih ana kok, Bu. Dhek wingi dikirimi Jaka Tole sak ember.” Midodari Jambon “Jajal dak tilikane dhisik.” Jaka Taub lali manawa dheweke ndhelikake slendhang colongane neng njero lumbung beras. ADEGAN VIII Nawang Sasi mlebu menyang njero lumbung beras mau. Dheweke kaget amarga nemokake slendhang warna jambon persis kaya slendhange sing ilang. Nawang Sasi dadi curiga manawa Jaka Tarub sing nyolong slendhange. Midodari Jambon “Pak, aku arep takon. Kena ngapa kok slendhangku bisa ana neng lumbung beras ? Aja-aja, Bapak sing njupuk slendhangku ya?” Jaka Tarub “Slendhang apa ta, Bu ? Aku ora ngerti apa sing kok omongake.” Midodari Jambon “Halah… Ora usah mungkir. Ngaku bae, Pak. Wis dak bele-beleni ora bali menyang khayangan, tibake sing njupuk slendhangku malah wong sing dak tresnani. Aku kuciwa kao sampeyan.” Jaka Tarub “Aku njaluk ngapura, Bu. Aku bener-bener njaluk pangapura. Aku ora ngerti bakal kaya ngene dadine. Midodari Jambon “Aku ora bisa kaya ngene terus. Aku kudu lunga saka kene. Tulung jaga Jaka Tajam. Aku arep bali menyang khayangan.” Nawang Sasi banjur mabur, bali menyang khayangan nganggo slendhange mau. Jaka Tarub “Bu, aja lunga !!! Aku durung siap dadi duda….” Jaka Tarub amung bisa nangisi lungane Nawang Sasi, lan dadi duda salawase. TAMAT nqn4FlZ.